Krisis Nilai Tukar Rupiah - Dollar US 1997 bag 2


II. Meningkatnya defisit neraca tahun yang berjalan.

Awal Orde Baru pendapatan perkapita Indonesia hampir mencapai AS $ 80,-, tiga puluh tahun kemudian angka tsb melonjak pesat hingga mencapai AS $ 986,-. Andaikata tidak terjadi krisis nilai tukar, maka pada tahun 1997 pendapatan perkapita penduduk Indonesia melampaui angka AS $ 1000,-Selama masa pemerintahan Orde “Baru” pertumbuhan4 ekonomi Indonesia mencapai rata rata 7% pertahun. 


Sejak awal program untuk memacu lajunya pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan2 investasi menjadi prioritas pembangunan sehingga sekalipun sumber dana investasi dari penerimaan negara dari eksport migas dan hasil bumi berlipat ganda, pemerintah sejak awal terus mengandalkan investasi modal asing dan hutang luar negri. Selama 15 tahun terakhir penanaman modal asing tumbuh rata rata 23% pertahun dan hutang luar negri bertambah rata rata 14,8% pertahun. Dengan demikian pertumbuhan investasi modal asing dan hutang luar negri lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi. 

Transaksi kegiatan ekonomi Indonesia dengan luar negri juga meningkat pesat; eksport barang dan jasa tumbuh sangat cepat hingga mencapai angka rata rata pertumbuhan 28% pertahun. Pesatnya kenaikan arus modal asing dan hutang luar negri mengakibatkan kenaikan pembayaran bunga dan cicilan dari modal asing dan hutang luar negri pada tahun berikutnya. Demikian halnya dengan pesatnya kebutuhan akan import barang dan (terutama) jasa yang meningkatkan pembayaran atas import tsb. setiap tahunnya, selain itu juga karena kerawanan situasi politik akhir2 ini mendorong kecenderungan pelarian modal (a.l. dalam AS$) keluar negri. 

Perkembangan2 ini mengakibatkan membengkaknya defisit “neraca tahun yang berjalan (current account)” yang menyebabkan permintaan akan AS$ yang semakin membesar sehingga mendorong naik harga AS$ di dalam negri. Proses industrialisasi selama ini yang menggeser sektor pertanian mengakibatkan berkurangnya produksi bahan2 kebutuhan pokok produksi sektor pertanian, sehingga tahun 1997 Indonesia harus mengimport beras (9 juta ton), gula (400 ribu ton), kedelai (1 juta ton), sayuran (130 ribu ton) dan buah2an (90 ribu ton)5. Dengan kata lain tidak saja sektor industri yang bergantung pada luar negri tapi juga beberapa produk pertanian penting sebagai bahan konsumsi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini akan sangat rawan bagi timbulnya krisis pangan dan meningkatnya inflasi yang pada gilirannya akan kembali menurunkan nilai Rp.


Sejak 3 tahun terakhir defisit neraca tahun yang berjalan naik 3 kali lipat dari AS$ 3,5 milyard tahun 1994 menjadi AS$ 10,1 milyard di tahun 1997. Kenaikan tsb. adalah konsekuensi logis dari industrialisasi yang tergantung akan impor barang modal, barang penolong, jasa2 pengangkutan, asuransi, perbankan, “transfer of income & profit” dari perusahaan asing keluar negri dan jasa lainnya6.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar