Krisis Nilai Tukar Rupiah – Dollar US 1997 bag 4


  1. Meningkatnya pembayaran cicilan dan bunga hutang luar negri pihak swasta yang jatuh tempo.

Sejak awal tahun 90an sektor real estate di Indonesia mengalami jaman keemasan, yang ditandai dengan proyek2 kompleks perumahan, perkantoran, bungalow, lapangan golf yang tumbuh menjamur. Corak pembangunan yang sedemikian tidak saja berdampak negatif thdp kelestarian lingkungan dan menimbulkan ketegangan2 sosial (akibat penggusuran) tapi juga menelan banyak kredit investasi (diperkirakan tidak kurang dari 40% total kredit dialokasikan ke sektor real estate). 


Sebagaimana lazimnya, kredit di sektor ini disalurkan dalam waktu singkat dengan nilai yang tinggi tetapi pengembaliannya sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang panjang. Sejak tahun yang lalu terdapat kelebihan pengadaan real estate sehingga banyak yang tidak laku dijual; akibatnya banyak perusahaan pemborong bangunan yang rugi dan tidak bisa mengembalikan kredit pinjaman mereka. Pengusaha swasta yang bergerak disektor ini bersama pengusaha dari sektor lainnya sejak tahun tahun terakhir mengambil kredit diluar negri yang dinyatakan dalam AS$. Selama ini departemen keuangan ataupun BI tidak mewajibkan siapapun untuk melapor jika ia mengadakan pinjaman luar negri. 

Alhasil BI tidak mengetahui berapa tambahan permintaan pihak swasta akan AS$ untuk membayar bunga dan cicilan hutang luar negri mereka yang sudah jatuh tempo pada paruh kedua tahun 199712. Berdasarkan indikasi2 yang menunjukkan memburuknya situasi moneter di indonesia pada pertengahan 1997, maka banyak hutang luar negri swasta yang jatuh temponya dipercepat oleh pihak luar negri. 

Hal ini memaksa pihak swasta yang berhutang untuk memburu AS$ untuk memenuhi kewajiban pembayaran hutang luar negri mereka. Data aktuel hutang swasta yang bisa memperlihatkan besarnya jumlah bunga dan cicilan pada periode tertentu adalah data dari BIS (Bank for International Setlements) di Singapur. 

Menurut sumber dari Merril Lynch di Singapur yang mempunyai akses ke data BIS, hutang swasta Indonesia yang jatuh tempo sampai dengan akhir 1997 mencapai rekor tertinggi sebesar AS$ 34,-. Jumlah ini tidak sebanding dengan cadangan devisa BI yang hanya AS$ 22,- dan jumlah devisa yang dihemat karena ditundanya proyek2 besar (AS$ 4 milyard untuk tahun 1997). 

Jumlah tambahan permintaan akan AS$ untuk membayar hutang luar negri ini (ditambah dengan kebutuhan akan AS$ untuk keperluan pelarian modal) yang tidak seimbang dengan banyaknya persediaan cadangan devisa di dalam negri memperkuat dorongan terhadap naiknya harga AS$ di Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar