[Bloomberg/Bisnis 19/9] - Bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) pada pekan ini diperkirakan akan kembali mempertahankan suku bunga rendah dan tidak akan menambah pembelian surat utang Pemerintah AS.
Federal Open Market Committee (FOMC), komite pengelola pasar The Fed, akan menggelar rapat bulanan penentuan kebijakan moneter pada 21 September. Sebanyak 60 dari 64 analis yang disurvey Bloomberg memproyeksikan bank sentral tidak akan memperbesar neraca, sehingga tidak akan ada tambahan pembelian surat utang Pemerintah AS.
Sementara itu, 54 dari 63 ekonom yang disurvey mengatakan Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga di kisaran rendah karena pertimbangan angka pengangguran yang masih tinggi dan laju inflasi rendah.
Hasil survei mengindikasikan bahwa meskipun ekonomi melemah selama 2 kuartal dan pengangguran di tingkat 9,5% dalam setahun terakhir, Chairperson The Fed Ben S. Bernanke perlu waktu lebih untuk memutuskan apakah tambahan stimulus moneter diperlukan untuk menopang pemulihan ekonomi.
"Bernanke telah mengindikasikan kesediaan untuk berbuat lebih untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi hanya jika ada gangguan besar dalam outlook ekonomi," jelas Scott Brown, chief economist Raymond James & Associates Inc di St. Petersburg, Florida, seperti dikutip Bloomberg.
Dalam voting di rapat terakhir 10 Agustus lalu, FOMC memutuskan untuk menghentikan pengurangan neraca akibat beban pembayaran kembali kredit mortgage dengan proyeksi nilai US$400 miliar hingga akhir 2011. Bank sentral menjaga batas bawah kepemilikannya di surat utang Pemerintah AS sebesar US$2,05 triliun.
Berbeda dengan pendapat ekonom pada umumnya, Chief Economist Nomura Securities International Inc David Resler meyakini The Fed harus dan akan melakukan peningkatan target portfolio surat utang dalam pertemuannya pekan ini.
"Keputusan mungkin dalam bentuk menambah pembelian surat utang Pemerintah AS sebanyak US$200 miliar hingga pertemuan FOMC berikutnya pada 2-3 November. Indikator pelemahan ekonomi tidak terjadi secara beragam," tuturnya.
Ketika berpidato dalam simposium tahunan Federal Reserve di Jackson Hole, Wyoming, AS pada 27 Agustus, Bernanke menyatakan prakondisi untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada 2011 telah muncul.
Akan tetapi pada saat yang sama, dia menegaskan The Fed memiliki 3 alat kebijakan untuk mendorong pertumbuhan jika outlook memburuk. Ketiga opsi tersebut yaitu menambah pembelian surat utang pemerintah AS, merubah kebijakan suku bunga rendah, dan menurunkan suku bunga The Fed pada deposito bank menjadi 0,10% atau 0% dari 0,25%.
Tingkat kepercayaan konsumen di negeri Paman Sam merosot hingga level terendah dalam 1 tahun pada September, sedangkan bursa saham telah rebound pada beberapa bulan terakhir dengan penguatan indeks Standard & Poorâ??s 500 sekitar 9% pada kuartal sekarang.
Di tengah tekanan inflasi yang mulai meninggi, para pembuat kebijakan bank sentral di India, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, New Zealand hingga Australia telah menaikkan suku bunga acuan. Berbeda dengan Bank Indonesia yang masih mempertahankan suku bunga di level 6,5% sejak September 2009.
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan Konsultasi Article IV tentang Indonesia akhir pekan lalu mengingatkan BI untuk bersikap proaktif melakukan pengetatan moneter, seiring akselerasi laju inflasi menjelang akhir tahun.
Fauzi Ichsan, Ekonom Senior Standard Chartered Bank, menambahkan dengan dinaikkannya giro wajib minimum (GWM) dari 5% menjadi 8%, BI diperkirakan akan menunda menaikkan suku bunga untuk waktu yang sedikit lebih lama lagi.
Namun, seiring dengan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi, dia menyarankan suku bunga harus tetap dinaikkan pada akhir tahun dengan kisaran 25-50 basis poin atau paling tidak pada kuartal I/2011 dengan total kenaikan 100 basis poin.
"Kalau kita lihat, BI memang telat menaikkan suku bunga. Memang tekanan politisnya sangat berat bagi bank sental karena juga bisa berdampak pada rupiah. Tetapi di mata pasar, mereka ingin lihat ada upaya meredam ancaman inflasi," katanya kepada Bisnis.
Thomas R. Rumbaugh, Mission Chief IMF untuk Indonesia, menilai BI masih khawatir dengan sustainabilitas pertumbuhan kredit sehingga instrumen suku bunga masih dihindari. Menurut dia, bank sentral menginginkan kredit tumbuh kembali ke level 20%-25%.
Federal Open Market Committee (FOMC), komite pengelola pasar The Fed, akan menggelar rapat bulanan penentuan kebijakan moneter pada 21 September. Sebanyak 60 dari 64 analis yang disurvey Bloomberg memproyeksikan bank sentral tidak akan memperbesar neraca, sehingga tidak akan ada tambahan pembelian surat utang Pemerintah AS.
Sementara itu, 54 dari 63 ekonom yang disurvey mengatakan Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga di kisaran rendah karena pertimbangan angka pengangguran yang masih tinggi dan laju inflasi rendah.
Hasil survei mengindikasikan bahwa meskipun ekonomi melemah selama 2 kuartal dan pengangguran di tingkat 9,5% dalam setahun terakhir, Chairperson The Fed Ben S. Bernanke perlu waktu lebih untuk memutuskan apakah tambahan stimulus moneter diperlukan untuk menopang pemulihan ekonomi.
"Bernanke telah mengindikasikan kesediaan untuk berbuat lebih untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi hanya jika ada gangguan besar dalam outlook ekonomi," jelas Scott Brown, chief economist Raymond James & Associates Inc di St. Petersburg, Florida, seperti dikutip Bloomberg.
Dalam voting di rapat terakhir 10 Agustus lalu, FOMC memutuskan untuk menghentikan pengurangan neraca akibat beban pembayaran kembali kredit mortgage dengan proyeksi nilai US$400 miliar hingga akhir 2011. Bank sentral menjaga batas bawah kepemilikannya di surat utang Pemerintah AS sebesar US$2,05 triliun.
Berbeda dengan pendapat ekonom pada umumnya, Chief Economist Nomura Securities International Inc David Resler meyakini The Fed harus dan akan melakukan peningkatan target portfolio surat utang dalam pertemuannya pekan ini.
"Keputusan mungkin dalam bentuk menambah pembelian surat utang Pemerintah AS sebanyak US$200 miliar hingga pertemuan FOMC berikutnya pada 2-3 November. Indikator pelemahan ekonomi tidak terjadi secara beragam," tuturnya.
Ketika berpidato dalam simposium tahunan Federal Reserve di Jackson Hole, Wyoming, AS pada 27 Agustus, Bernanke menyatakan prakondisi untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada 2011 telah muncul.
Akan tetapi pada saat yang sama, dia menegaskan The Fed memiliki 3 alat kebijakan untuk mendorong pertumbuhan jika outlook memburuk. Ketiga opsi tersebut yaitu menambah pembelian surat utang pemerintah AS, merubah kebijakan suku bunga rendah, dan menurunkan suku bunga The Fed pada deposito bank menjadi 0,10% atau 0% dari 0,25%.
Tingkat kepercayaan konsumen di negeri Paman Sam merosot hingga level terendah dalam 1 tahun pada September, sedangkan bursa saham telah rebound pada beberapa bulan terakhir dengan penguatan indeks Standard & Poorâ??s 500 sekitar 9% pada kuartal sekarang.
Di tengah tekanan inflasi yang mulai meninggi, para pembuat kebijakan bank sentral di India, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, New Zealand hingga Australia telah menaikkan suku bunga acuan. Berbeda dengan Bank Indonesia yang masih mempertahankan suku bunga di level 6,5% sejak September 2009.
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan Konsultasi Article IV tentang Indonesia akhir pekan lalu mengingatkan BI untuk bersikap proaktif melakukan pengetatan moneter, seiring akselerasi laju inflasi menjelang akhir tahun.
Fauzi Ichsan, Ekonom Senior Standard Chartered Bank, menambahkan dengan dinaikkannya giro wajib minimum (GWM) dari 5% menjadi 8%, BI diperkirakan akan menunda menaikkan suku bunga untuk waktu yang sedikit lebih lama lagi.
Namun, seiring dengan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi, dia menyarankan suku bunga harus tetap dinaikkan pada akhir tahun dengan kisaran 25-50 basis poin atau paling tidak pada kuartal I/2011 dengan total kenaikan 100 basis poin.
"Kalau kita lihat, BI memang telat menaikkan suku bunga. Memang tekanan politisnya sangat berat bagi bank sental karena juga bisa berdampak pada rupiah. Tetapi di mata pasar, mereka ingin lihat ada upaya meredam ancaman inflasi," katanya kepada Bisnis.
Thomas R. Rumbaugh, Mission Chief IMF untuk Indonesia, menilai BI masih khawatir dengan sustainabilitas pertumbuhan kredit sehingga instrumen suku bunga masih dihindari. Menurut dia, bank sentral menginginkan kredit tumbuh kembali ke level 20%-25%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar