INILAH.COM, Tokyo - Jepang siap mengintervensi lagi di pasar valuta asing, namun juga berencana untuk menempatkan ekonomi dan kebijakan moneter yang lebih luas yang akan membantu untuk melemahkan yen.
Dalam wawancara dengan Financial Times , Perdana Menteri Naoto Kan menekankan bahwa intervensi yang dilakukan pekan lalu terpaksa dilakukan melihat pergerakan penguatan yen yang sudah mencapai level tertinggi sejak 15 tahun terakhir.
Kan mengatakan adanya pengakuan di antara negara-negara G20 yang tidak menginginkan penguatan yen yang terlalu cepat. Untuk itu, dia akan berusaha untuk memberikan pemahaman atas tindakan intervensi tersebut di New York minggu ini. Sementara beberapa politisi Eropa dan Amerika Serikat mengecam Tokyo untuk bertindak secara sepihak, di mana Kan menegaskan pemerintah siap untuk melanjutkan intervensi jika perlu.
Dalam wawancara pertamanya sejak menjadi perdana menteri pada bulan Juni, ia berkata: "Jika ada perubahan drastis (dalam mata uang), intervensi itu tidak bisa dihindari." Tapi Kan menekankan bahwa Tokyo ingin membuat paket kebijakan secara menyeluruh untuk meningkatkan permintaan dalam negeri dan mendorong ke tingkat mata uang yang lebih sesuai. Salah satu kemungkinan, katanya, adalah dengan menggunakan penguatan yen untuk berinvestasi di sumber daya alam di luar negeri, seraya menambahkan bahwa upaya lanjutan oleh Bank Jepang untuk menetapkan kebijakan moneter yang tepat juga penting. "Saya merasa perlu untuk menggabungkan kebijakan ekonomi dan kebijakan moneter yang lebih kondusif untuk ... nilai tukar (yen) sedikit lebih rendah dari level saat ini," kata Kan.
Perdana Menteri menyarankan intervensi Tokyo untuk membuat penguatan renminbi China terhadap dolar. Menurut Kan, Tokyo mengalami pergerakan mata uang secara drastis, sementara kekhawatiran terhadap Beijing yang masih mematok dolar di tengah pertumbuhan ekonomi masih berlanjut. "Saya pikir isu renminbi China dan yen di Jepang sangat berbeda antara kunjungan Kan ke New York dengan permintaan Beijing untuk membebaskan nelayan China yang ditangkap setelah bentrokan dengan Jepang Coast Guard dekat pulau sengketa.
Dalam wawancara dengan Financial Times , Perdana Menteri Naoto Kan menekankan bahwa intervensi yang dilakukan pekan lalu terpaksa dilakukan melihat pergerakan penguatan yen yang sudah mencapai level tertinggi sejak 15 tahun terakhir.
Kan mengatakan adanya pengakuan di antara negara-negara G20 yang tidak menginginkan penguatan yen yang terlalu cepat. Untuk itu, dia akan berusaha untuk memberikan pemahaman atas tindakan intervensi tersebut di New York minggu ini. Sementara beberapa politisi Eropa dan Amerika Serikat mengecam Tokyo untuk bertindak secara sepihak, di mana Kan menegaskan pemerintah siap untuk melanjutkan intervensi jika perlu.
Dalam wawancara pertamanya sejak menjadi perdana menteri pada bulan Juni, ia berkata: "Jika ada perubahan drastis (dalam mata uang), intervensi itu tidak bisa dihindari." Tapi Kan menekankan bahwa Tokyo ingin membuat paket kebijakan secara menyeluruh untuk meningkatkan permintaan dalam negeri dan mendorong ke tingkat mata uang yang lebih sesuai. Salah satu kemungkinan, katanya, adalah dengan menggunakan penguatan yen untuk berinvestasi di sumber daya alam di luar negeri, seraya menambahkan bahwa upaya lanjutan oleh Bank Jepang untuk menetapkan kebijakan moneter yang tepat juga penting. "Saya merasa perlu untuk menggabungkan kebijakan ekonomi dan kebijakan moneter yang lebih kondusif untuk ... nilai tukar (yen) sedikit lebih rendah dari level saat ini," kata Kan.
Perdana Menteri menyarankan intervensi Tokyo untuk membuat penguatan renminbi China terhadap dolar. Menurut Kan, Tokyo mengalami pergerakan mata uang secara drastis, sementara kekhawatiran terhadap Beijing yang masih mematok dolar di tengah pertumbuhan ekonomi masih berlanjut. "Saya pikir isu renminbi China dan yen di Jepang sangat berbeda antara kunjungan Kan ke New York dengan permintaan Beijing untuk membebaskan nelayan China yang ditangkap setelah bentrokan dengan Jepang Coast Guard dekat pulau sengketa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar